Hesti Purwaningsih
13512461
1PA02
TUGAS IBD KE-1
KAITAN
ERAT ANTARA MANUSIA DAN BUDAYA
YANG
TAK BISA DIPISAHKAN
Ø MANUSIA
Manusia adalah
mahluk pribadi dan mahluk social, karena manusia bukan hanya diri sendiri saja
manusia tidak dapat hidup sendiri manusia selalu membutuhkan orang lain. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamaliayang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.
Ø
BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal
dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit. Sebagaimana juga budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari
diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek
budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Ø
KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ø
PENGEMBANGAN
MANUSIA DARI SEGI BUDAYA
Secara
sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai
perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia.
Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya
bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan.
Manusia menciptakan kebudayaan, sedangkan kebudayaan itu tercipta maka
kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya
akhirya merupakan satu kesatuan.
Contoh
sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan
peraturan – peraturan kemasyarakatan.
Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi
maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri
itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan
dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu
sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang
dari kemauan manusia yang membuatnya. Dari sisi lain, hubungan antara manusia
dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan
masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama
lain.
Manusia akan mulai berfikir tentang
bagaimana caranya menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan
kerja dan menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil
usahanya guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian
dalam lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan
menimbulkan kesenian.
Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam
alam sekitarnya, dalam menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya
dan gaib, menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu
ingin tahu tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua
segi, bagian yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi
kebendaan dan segi kerohaniaa. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda
buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi
kerohanian terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun
teratur. Keduanya tidak bisa diraba.
Manusia
dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan
keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak
dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan.
Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan
waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living
organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan
secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik
lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial),
maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan
kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu
berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa
setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of
discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan
sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan. Manusia
dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam
kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan
kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya
tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah
diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
Manusia dan
kebudayaan pada hakekatnya memiliki hubungan yang sangat erat, dan hampir semua
tindakan dari seorang manusia itu adalah merupakan kebudayaan. Manusia
mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai
1. penganut
kebudayaan,
2. pembawa kebudayaan,
3. manipulator kebudayaan, dan
4. pencipta kebudayaan
Sebuah kebudayaan besar biasanya
memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah
kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan
dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama,
pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Ø Monokulturalisme:
Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilaSi kebudayaan sehingga masyarakat
yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
Ø Leitkultur
(kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman.
Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada
dalam masyarakat asli.
Ø Melting
Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa
campur tangan pemerintah.
Multikulturalisme:
Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga
kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan
induk.
LESTARIKAN, INDONESIA YANG KAYA AKAN BUDAYA INI
Dalam
menjaga dan mempertahankan kebudayaan Bangsa Indonesia seluruh rakyat Indonesia
harus memiliki peran baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri. Masyarakat
dan Pemerintah harus bersikap dan bertindak dalam menjaga kebudayaan Indonesia
agar tidak diklaim oleh negara lain. Seperti Negara tetangga kita Malaysia. Malaysia pernah mengklaim beberapa
kebudayaan Indonesia sebagai warisan budaya Negeri Jiran tersebut. Malaysia
kembali mengklaim salah satu kebudayaan Indonesia sebagai budayanya dengan
mendaftarkan tarian tor-tor dan alat musik Gordang Sambilan (sembilan gendang)
dalam Seksyen 67 sebagai Akta Warisan Kebangsaan 2005.
Tor-tor merupakan salah satu tarian yang dimiliki oleh masyarakat suku
Batak, Sumatera Utara. Tari tor-tor memiliki sejarah panjang bagi masyarakat
Indonesia khususnya Sumatera Utara. Tidak sedikit masyarakat adat di Sumatera
Utara percaya tarian itu sebagai ritual yang berhubungan dengan pemanggilan
roh. Roh tersebut dipanggil kembali dan masuk ke dalam patung-patung batu
karena mereka percaya ini merupakan simbol penghormatan terhadap leluhur.
Tari tor-tor bisa diiringi dengan iringan musik magondangi. Tarian itu bisa dilakukan saat menjamu tamu adat. Tarian ini dimainkan dengan dibarengi alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak. Tarian tor-tor adalah kebudayaan tanah air ke sekian kali yang pernah diakui oleh Malaysia.
Tari tor-tor bisa diiringi dengan iringan musik magondangi. Tarian itu bisa dilakukan saat menjamu tamu adat. Tarian ini dimainkan dengan dibarengi alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak. Tarian tor-tor adalah kebudayaan tanah air ke sekian kali yang pernah diakui oleh Malaysia.
Sebelumnya,
ada beberapa kebudayaan Indonesia yang diklaim Malaysia, antara lain :
1.
Batik,
United Nations Education Social and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan
batik sebagai bentuk budaya bukan benda warisan manusia atau UNESCO
representative list of intangible cultural heritage of humanity.
2.
Tari
Pendet, Malaysia mencantumkan Tari Pendet sebagai iklan visit year.
3.
Wayang
Kulit, Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7
November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita
narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity).
4.
Angklung, alat musik khas Sunda itu terdaftar
sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO
sejak November 2010.
5.
Kuda
Lumping, meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga
diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Malaysia dan Singapura.
6.
Lagu
Rasa Sayange, Menteri Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Budaya Malaysia, Rais
Yatim mengakui bahwa Rasa Sayange adalah milik Indonesia pada tanggal 11
November 2007.
7.
Bunga Rafflesia Arnoldi
8.
Keris,
terdapat satu panel relief Candi Borobudur (abad ke-9) yang memperlihatkan
seseorang memegang benda serupa keris.
9.
Rendang
Padang, tetapi tidak ada satu pun catatan sejarah yang mengungkap bahwa rendang
adalah produk asli Malaysia.
10.
Lagu
Soleram dari Riau
11.
Lagu Injit-injit
Semut dari Jambi
12.
Alat
Musik Gamelan dari Jawa
13.
Tari
Piring dari Sumatera Barat
14.
Lagu
Kakak Tua dari Maluku
15.
Lagu
Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara
16.
Musik
Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat
17.
Kain
Ulos
18.
Lagu
Jali-Jali
19.
Reog
Ponorogo, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain
menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo
sebagai budaya asli negara itu, akhir November 2007.
Reog adalah salah satu
kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Reog
adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan
hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Indonesia
kaya akan sumber daya alam, kebudayaan, cerita mitos, dan aturan-aturan adat.
Salah satunya adalah Reog Ponorogo ini. Hal-hal yang terlihat menyenangkan itu
ternyata mendapat sambutan baik dari para turis asing. Mereka menganggap negara
Indonesia sangat eksotis. Eksotis karena hal-hal yang pastinya tidak mereka
dapat di negaranya. Hal yang di Indonesia dianggap biasa justru menjadi tidak
biasa di mata mereka. Tanpa disadari, Reog Ponorogo dan berbagai produk
kebudayaan yang dimiliki Indonesia menjadi daya tarik yang tidak bisa
digantikan oleh apapun. Indonesia eksotis dan Indonesia berbudaya adalah
hal-hal yang mampu menarik minat para turis asing.Dan hal itulah yang tanpa
disadari yang membuat nama Indonesia cukup diperhitungkan oleh mata dunia.
Diakui keindahannya adalah salah satu hal membanggakan yang dirasakan oleh
masyarakat Indonesia. maka dari itu, melindungi produk-produk kebudayaan
seperti Reog Ponorogo merupakan kewajiban taktertulis yang harus dilaksanakan
oleh warga Indonesia. Produk-produk kebudayaan tersebut, seperti Reog Ponorogo
salah satunya, berjalan beriring dengan keindahan alam yang dimiliki oleh
Indonesia. Dua faktor penentu banyaknya pengunjung turis asing tersebut
benar-benar harus dijaga.
Bidang pariwisata di Indonesia, bukan hanya
berkenaan dengan rasa bangga, tapi juga "rasa lapar" setiap warganya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bidang pariwisata juga menjadi mata pencaharian
bagi sebagian masyarakat Indonesia. Sebut saja para penari tradisional yang
menjadikan hal tersebut sebagai pekerjaan. Juga para penyaji Reog Ponorogo.
Mereka adalah orang-orang yang bergantung pada kebudayaan Indonesia. Pada
dasarnya setiap kebudayaan yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah di Indonesia
memang berbeda. Kebudayaan itu memiliki filosofi serta sejarahnya
masing-masing. Begitupun keadaannya dengan Reog Ponorogo. Biasanya filosofi dan
sejarah yang dimiliki oleh kebudayaan itu bergantung pada daerah tempatnya
berasal.
Indonesia terbagi – bagi menjadi beberapa
wilayah, maka dari itu Indonesia memiliki sangat banyak macam – macam budaya.
Tidakkah kita bangga akan semua itu ? Indonesia memiliki berbagai macam suku
dan budaya, perbedaan tersebutlah yang menjadikan Indonesia menjadi begitu
menarik. Berbagai macam tarian adat, rumah adat, baju adat. Sangat disayangkan
apabila kita sebagai warga Negara Indonesia tidak turut menjaga dan
melestarikan kebudayaan kita tersebut. Tidakkah kita menyayangkan budaya –
budaya kita diakui oleh beberapa Negara lain karena kita tidak menghargai
budaya di Negara kita sendiri ? Mari lestarikan budaya Negara kita, Negara
Indonesia.
Melestarikan
Budaya sangat penting bagi kita terlebih lagi di era modern yang membuat
manusia meninggalkan tradisi yang biasa mereka lakukan. Cara melestarikan
budaya sangat banyak dan bermacam - macam baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Kota solo merupakan salah satu kota budaya yang mempunyai
beragam budaya dan tradisi. Di kota solo sudah membudayakan beberapa tradisi
yang saat ini masih di lakukan. Salah satunya melalui jalur pendidikan,
beberapa sekolah di kota solo setiap hari kamis selalu memakai pakaian adat
kota solo. Hal ini merupakan wujud cinta budaya dalam rangka melestarikan
budaya Indonesia khususnya solo. Hal ini harusnya menjadi contoh untuk di
lakukan di sekolah lain. Selain itu di kabupaten karanganyar setiap hari rabu
cara penyampaian materi di sekolah menggunakan bahasa jawa. Hal ini merupakan
salah satu cara agar siswa di sekolah bisa berbahasa jawa dengan baik dan
benar. contoh – contoh tersebut patut untuk kita tiru, kita mesti bangga
terhadap kebudayaan bangsa kita sendiri.
PERANAN ORANG TUA DAN LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM
MENGATASI SIKAP ANARKIS SISWA/I
MAHASISWA/I
Perkelahian,
atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan
“hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada
yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering
terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992
tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus
dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban
meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus
yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah
perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu
hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus. Hal tersebut
sangat disayangkan, mereka yang seharusnya memiliki kewajiban sebagai pelajar
unruk belajar dan menuntut ilmu ternyata malah menyalah gunakan status mereka
sebagai pelajar untuk melakukan perbuatan yang sangat tidak berguna dan tidak
bermanfaat. Bukankah tidak ada keuntungan melakukan tawuran atau perkelahian
tersebut. Jika ditanyakan mengenai keuntungan, tentu tak ada seorangpun yang
setuju mengenai ada nya keuntungan dari tawuran atau perkelahian tersebut.
Justru dampak negatiflah yang akan mereka dapatkan.
Seperti
kasus tawuran yang sedang marak dibicarakan ahir – ahir ini. Antara
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak
pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar.
Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas
mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas
pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di
sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik,
adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan
nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah
cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih
untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini
jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat di Indonesia.
Sering
dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari
keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini.
Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah
sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan
ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara
ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang
memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang
dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah. Padahal penyebab
perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar,
masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis,
juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya),
serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
Secara
psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai
salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan
remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi
yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian
terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi.
Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah
secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya.
TINJAUAN
PSIKOLOGI PENYEBAB REMAJA TERLIBAT PERKELAHIAN PELAJAR
Dalam pandangan
psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam
diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan
kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan,
terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat
perkelahian pelajar.
1.
Faktor internal. Remaja yang
terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi
lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman
pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang
makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan
pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang
mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan
dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah,
menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan
cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi,
ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi
yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan
rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.
Faktor keluarga. Rumah tangga yang
dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak
pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian
dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3.
Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama
bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu.
Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya.
Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar
(misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan
pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa
lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru
setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling
penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan,
serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan
(walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.
Faktor lingkungan. Lingkungan di
antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak
terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan
kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu
pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga
lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat
merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi
emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Berbagai
cara untuk meredam peningkatan kasus tawuran memang tengah diupayakan terutama
dari pihak sekolah. Sejauh ini pihak sekolah telah didaulat untuk
mengantisipasi tawuran dengan penegasan peraturan sekolah, upaya penambahan
ekstrakurikuler sekolah, kompetisi olahraga antar sekolah, hingga saran untuk
penghapusan seragam sekolah. Terlepas dari peran aktif sekolah, peran orang tua
juga perlu diprioritaskan dalam upaya mengatasi tawuran pelajar. Pendidikan
dalam keluarga sangat penting sebagai landasan dasar yang membentuk karakter
anak sejak awal. Peran orang tua tidak hanya sebatas menanamkan norma-norma kehidupan
sejak dini. Mereka harus terus berperan aktif, terutama pada saat anak-anak
menginjak usia remaja, di mana anak-anak ini mulai mencari jati diri.
Bagaimana
orang tua dapat berperan aktif? Orang tua mesti senantiasa menjaga komunikasi,
keharmonisan keluarga serta membentengi mereka dengan pendidikan agama yang
benar. Melalui tiga cara ini, orang tua dapat memberikan contoh teladan yang
baik bagi anaknya. Dengan adanya teladan yang baik di rumah, mereka akan lebih
tidak mudah terpengaruh untuk terlibat dengan aktivitas yang bersifat anarkis. Menjalin
komunikasi yang baik. Kenyataan di masa sekarang bahwa orang tua terlalu sibuk
bekerja hingga anak-anak ini kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun,
orang tua mesti berusaha meluangkan waktu bersosialisasi dengan anak remaja
mereka. Luangkan waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah
mereka. Posisikan diri anda sebagai teman bagi anak anda dalam memberikan
feedback. Dia akan merasa lega bisa mengeluarkan uneg-unegnya secara positif
tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif.
Menjaga
keharmonisan keluarga. Emosi anak-anak usia remaja sangatlah labil. Untuk itu,
anda harus pandai-pandai menjaga emosi anak. Usahakan untuk tidak mendikte atau
mengekang anak selama yang dilakukannya masih positif. Usahakan juga untuk
tidak melakukan tindak kekerasan di dalam rumah dan tidak melakukan
pertengkaran fisik di hadapan sang anak. Mereka akan mencontoh apa yang
dilakukan orang tuanya. Jika orang tua sendiri tidak bisa menghargai anggota keluarga
sendiri, bagaimana anak-anak bisa belajar menghargai orang lain?
Memberi pendekatan
agama yang benar. Pendidikan agama dalam keluarga juga berperan penting dalam
memberi fondasi yang kuat dalam membentuk kepribadian seseorang. Fondasi agama
yang benar bukan terletak pada ritual keagamaan yang dijalankan, tapi lebih
mengarah kepada penerapan nilai-nilai moral dan solidaritas kepada sesama.
REFRENSI :
0 komentar:
Posting Komentar